8008631552.1677ed0.8c299881ed3a427e8ddcb3dd576f6354
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Utsman bin Affan "Dzunnurain" ra.

Utsman bin Affan "Dzunnurain" ra.


Utsman bin Affan "Dzunnurain" ra.



Utsman bin Affan (574 - 656 /12 Dzulhijjah 35 H; umur 81-82 tahun) adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang termasuk Khulafaur Rasyidin yang ke-3. Utsman adalah seorang yang saudagar yang kaya tetapi sangatlah dermawan. Ia juga berjasa dalam hal membukukan Al-Qur'an .
Ia adalah khalifah ketiga yang memerintah dari tahun 644 (umur 69-70 tahun) sampai 656 (selama 11-12 tahun). Selain itu sahabat nabi yang satu ini memiliki sifat yang sangat pemalu.

Utsman bin Affan adalah sahabat nabi dan juga khalifah ketiga dalam Khulafaur Rasyidin. ia dikenal sebagai pedagang kaya raya dan ekonom yang handal namun sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islam. Ia mendapat julukan Dzunnurain yang berarti yang memiliki dua cahaya. Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi puteri kedua dan ketiga dari Rasullah Saw yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum.

Utsman bin Affan lahir pada 574 Masehi dari golongan Bani Umayyah. Nama ibunya adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. ia masuk Islam atas ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan as-sabiqun al-Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam). Rasulullah Saw sendiri menggambarkan Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling jujur ​​dan rendah hati di antara kaum muslimin.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Aisyah bertanya kepada Rasulullah Saw,  Abu Bakar masuk tapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk engkau terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa? ' Rasulullah menjawab, "Apakah aku tidak malu terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya"

Pada saat seruan hijrah pertama oleh Rasullullah Saw ke Habbasyiah karena meningkatnya tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan kaum muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habasyiah hingga tekanan dari kaum Quraisy reda.
Tak lama tinggal di Mekkah, Utsman mengikuti Nabi Muhammad Saw untuk hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim oleh Rasullah untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah .
Utsman diperintahkan Nabi untuk menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah di Ka'bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah.
Pada saat Perang Dzatirriqa dan Perang Ghatfahan berkecamuk, dimana Rasullullah Saw memimpin perang, Utsman dipercaya menjabat walikota Madinah. Saat Perang Tabuk , Utsman mendermakan 1.000 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga biaya perang tersebut. Utsman bin Affan juga menunjukkan kedermawanannya tatkala membeli mata air yang bernama Rumah dari seorang pria suku Ghifar seharga 35.000 dirham. Mata air itu ia wakafkan untuk kepentingan rakyat umum.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar , Utsman juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.
Setelah wafatnya Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua, diadakanlah musyawarah untuk memilik khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan yaitu Ali bin Abi Thalib ,Utsman bin Affan , Abdurrahman bin Auf , Sa'ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah.

Selanjutnya Abdurrahman bin Auf, Sa'ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga.
Maka diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua, serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram 24 H. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul mapan dan terstruktur.
Pada  tahun pertama dari khilafah Utsman bin Affan, yaitu tahun 24 Hijriah, negeri Rayyi berhasil ditaklukkan. Sebelumnya, negeri ini pernah ditaklukkan, tetapi kemudian dibatalkan. Pada tahun yang sama, berjangkit wabah demam berdarah yang menimpa banyak orang. Khalifah Usman bin Affan sendiri terkena sehingga ia tidak dapat menunaikan ibadah haji. Pada tahun ini, Utsman bin Affan mengangkat  Sa'ad bin Abi Waqqash  menjadi gubernur Kufah menggantikan Mughirah bin Syu'bah.
Di tahun 25 Hijriah, Utsman bin Affan memecat Sa'ad bin Abi Waqqash dari jabatan gubernur Kufah dan sebagai gantinya diangkatlah Walid bin Uqbah bin Abi Mu'ith (seorang Shahabi dan saudara seibu dengan Utsman bin Affan). Inilah sebab pertama dituduhnya Usman bin Affan melakukan nepotisme.
Pada tahun 26 Hijriah, Utsman bin Affan melakukan perluasan Masjidil Haram dengan membeli sejumlah tempat dari para pemiliknya lalu disatukan dengan masjid. Pada tahun 17 Hijriah, Mu'awiyah menyerang Qubrus (Siprus) dengan membawa pasukannya menyeberangi lautan. Di antara tim ini terdapat Ubadah bin Shamit dan istrinya, Ummu Haram binti Milhan al-Ansharish. Dalam perjalanan, Ummu Haram jatuh dari kendaraannya kemudian syahid dan dikuburkan di sana. Nabi saw pernah memberi-tahukan kepada Dia berkata pada tim ini, seraya berdoa agar Dia berkata menjadi salah seorang dari anggota tim ini.Pada tahun ini, Usman bin Affan menurunkan Amru bin Ash dari jabatan gubernur Mesir dan sebagai gantinya diangkatlah Abdullah bin Sa'ad bin Abi Sarh. Dia kemudian menyerbu Afrika dan berhasil menaklukkannya dengan mudah. Di tahun ini pula, Andalusia berhasil ditaklukkan.
Tahun 29 Hijriah, negeri-negeri lain berhasil ditaklukkan. Pada tahun ini, Usman bin Affan memperluas  masjid Madinah al-Munawarah  dan membangunnya dengan batu-batu berukir. Ia membuat tiangnya dari batu dan atapnya dari kayu (gulir).Panjangnya 160 depa dan luasnya 150 depa.

Negeri-negeri Khurasan ditaklukkan pada tahun ke-30 Hijriah sehingga banyak terkumpul Kharaj (infaq penghasilan) dan harta dari berbagai penjuru. Allah memberikan karunia yang melimpah dari semua negeri kepada kaum Muslimin.
Pada tahun 32 Hijriah, Abbas bin Abdul Muththalib,  Abdurrahman bin Auf , Abdullah bin Mas'ud, dan Abu Darda 'wafat. Orang-orang yang pernah menjabat sebagai hakim negeri Syam sampai saat itu adalah Mu'awiyah, Abu Dzarr bin Jundab bin Junadah al-Ghiffari, dan Zaid bin Abdullah. Pada tahun ke-33 Hijriah, Abdullah bin Mas'ud bin Abi Sarh menyerbu Habasyah.
Seperti diketahui, Utsman bin Affan mengangkat para kerabatnya dari bani Umayyah menduduki berbagai jabatan. Kebijakan ini mengakibatkan dipecatnya sejumlah sahabat dari berbagai departemen mereka dan digantikan oleh orang yang disukai-nya dari kerabatnya. Kebijakan ini mengakibatkan rasa tidak senang banyak orang terhadap Usman bin Affan. Hal inilah yang dijadikan pemicu dan cadangan oleh orang Yahudi yaitu Abdullah bin Saba 'dan teman-temannya untuk membangkitkan fitnah.

Ibnu Katsir meriwayatkan bahwa penduduk Kufah umumnya melakukan pemberontakan dan konspirasi terhadap Sa'id ibnul Ash, pemimpin Kufah. Mereka kemudian mengirim utusan kepada Utsman bin Affan guna menggugat kebijakannya dan alasan pemecatan sejumlah orang dari bani Umayyah. Dalam pertemuan ini, utusan tersebut berbicara kepada Utsman bin Affan dengan bahasa yang kasar sekali sehingga membuat dadanya sesak. Ia lalu memanggil semua pimpinan tim untuk dimintai pendapatnya.
Akhirnya, berkumpullah di hadapannya, Mu'awiyah bin Abu Sufyan (pemimpin negeri Syam), Amr ibnul Ash (pemimpin negeri Mesir), Abdullah bin Sa'ad bin Abi Sarh (pemimpin negeri Maghrib), Sa'id ibnul Ash (pemimpin negeri Kufah), dan Abdullah bin Amir (pemimpin negeri Bashrah). Kepada mereka, Utsman bin Affan meminta pandangan tentang peristiwa yang terjadi dan perpecahan yang muncul.
Masing-masing dari mereka kemudian mengemukakan pendapat dan pandangannya. Setelah mendengar berbagai pandangan dan mendiskusikannya, akhirnya Usman bin Affan memutuskan untuk tidak melakukan penggantian para gubernur dan pembantunya. Kepada masing-masing mereka, Utsman bin Affan memerintahkan agar menjinakkan hati para pemberontak dan pembangkang tersebut dengan memberi harta dan mengirim mereka ke medan peperangan lain dan pos-pos perbatasan.

Setelah peristiwa ini, di Mesir muncul satu kelompok dari anak-anak para sahabat. Mereka menggerakkan massa untuk menentang Utsman bin Affan dan menggugat sebagian besar tindakannya. Kelompok ini melakukan tindakan tersebut tentu setelah Abdullah bin Saba' berhasil menyebarkan kerusakan dan fitnah di Mesir. Ia berhasil menghasut sekitar enam ratus orang untuk berangkat ke Madinah dengan berkedok melakukan ibadah umrah, namun sebenarnya mereka bertujuan menyebarkan fitnah dalam masyarakat Madinah.
Tatkala mereka hampir memasuki Madinah, Utsman bin Affan mengutus  Ali bin Abu Thalib untuk menemui mereka dan berbicara kepada mereka. Ali bin Abu Thalib kemudian berangkat menemui mereka di Juhfah. Mereka ini mengagungkan Ali bin Abu Thalib dengan sangat berlebihan, karena Abdullah bin Saba' telah berhasil mempermainkan akal pikiran mereka dengan berbagai khurafat dan penyimpangan. Setelah Ali bin Abu Thalib membantah semua penyimpangan pemikiran yang sesat itu, mereka menyesali diri seraya berkata, "Orang inikah yang kalian jadikan sebagai sebab dan dalih untuk memerangi dan memprotes Khalifah (Utsman bin Affan)?" Mereka kemudian kembali dengan membawa kegagalan.

Ketika menghadap Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib melaporkan kepulangan mereka dan mengusulkan agar Utsman bin Affan menyampaikan pidato kepada orang banyak, guna meminta maaf atas tindakannya mengutamakan sebagian kerabatnya dan bahwa ia telah bertobat dari tindakan tersebut. Usulan ini diterima olehnya. dan Utsman bin Affan kemudian berpidato di depan orang banyak pada hari Jum'at. Dalam pidato ini, di antaranya Usman bin Affan mengatakan, "Ya Allah, aku memohon ampunan kepada-Mu dan aku bertobat kepada-Mu. Ya Allah, aku adalah orang yang pertama bertobat dari apa yang telah aku lakukan."
Pernyataan ini diucapkannya sambil menangis sehingga membuat semua orang ikut menangis. Utsman bin Affan kemudian menegaskan kembali, bahwa ia akan menghentikan kebijakan yang menyebabkan timbulnya protes tersebut. Ditegaskan-nya bahwa ia akan memecat Marwan dan kerabatnya.
Setelah penegasan tersebut, Marwan bin Hakam menemui Utsman bin Affan. Dia menghamburkan kecaman dan protes kemudian berkata, "Andaikan ucapanmu itu engkau ucapkan pada waktu engkau masih sangat kuat, niscaya aku adalah orang yang pertama menerima dan mendukungnya, tetapi engkau mengucapkannya ketika banjir bah telah mencapai puncak gunung. Demi Allah, melakukan suatu kesalahan kemudian meminta ampunan dari-Nya adalah lebih baik dari tobat karena takut kepada-Nya. Jika suka, kamu dapat melakukan tobat tanpa menyatakan kesalahan kami."
Marwan kemudian memberitahukan kepadanya bahwa di balik pintu ada segerombolan orang. Utsman bin Affan menunjuk Marwan untuk berbicara kepada mereka sesukanya. Marwan lalu berbicara kepada mereka dengan suatu pembicaraan yang buruk, sehingga merusak apa yang selama ini diperbaiki oleh Utsman bin Affan. Dalam pembicaraannya, Marwan berkata, "Kalian datang untuk merebut pemerintahan dari tangan kami. Keluarlah kalian dari sisi kami. Demi Allah, jika kalian membangkang kepada kami, niscaya kalian akan mengalami kesulitan dan tidak akan menyukai akibatnya."

Setelah mengetahui hal ini, Ali bin Abu Thalib segera datang menemui Utsman bin Affan dan dengan nada marah, ia berkata, "Mengapa engkau merelakan Marwan, sementara dia tidak menghendaki kecuali memalingkan engkau dari agama dan pikiranmu! Demi Allah, Marwan adalah orang yang tidak layak dimintai pendapat tentang agama atau dirinya sekalipun. Demi Allah, aku melihat bahwa dia akan menghadirkan kamu kemudian tidak akan mengembalikan kamu lagi. Saya tidak akan kembali setelah ini karena teguran-ku kepadamu. "
Setelah Ali bin Abu Thalib keluar, Na'ilah masuk menemui Utsman bin Affan (ia telah mendengarkan apa yang diucapkan Ali bin Abu Thalib kepada Usman bin Affan) kemudian berkata, "Aku harus bicara atau diam!" Utsman bin Affan menjawab, "Bicara lah!" Na'ilah berkata, "Aku telah mendengar ucapan Ali bin Abu Thalib bahwa dia tidak akan kembali lagi padamu, karena engkau telah menaati Marwan dalam segala apa yang dikehendakinya," Usman bin Affan berkata, "Berilah pendapatmu kepadaku."
Na'ilah memberikan pendapatnya, "Bertaqwa lah kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Ikutilah sunnah kedua sahabatmu yang terdahulu ( Abu Bakar As Siddiq  dan  Umar Bin Khattab ), sebab jika engkau menaati Marwan, niscaya dia akan membunuhmu. Marwan adalah orang yang tidak memiliki harga di sisi Allah, apalagi rasa takut dan cinta. utuslah seseorang menemui Ali bin Abu Thalib guna meminta pendapatnya, karena dia memiliki kekerabatan denganmu dan dia tidak layak ditentang."

Utsman bin Affan kemudian mengutus seseorang kepada Ali bin Abu Thalib, tetapi Dia menolak datang. Ali bin Abu Thalib berkata, "Aku telah memberitahukan kepadanya bahwa aku tidak akan kembali lagi". Sikap ini merupakan awal krisis yang menyulut api fitnah dan memberikan kesempatan kepada para tukang fitnah, untuk memperbanyak kayu bakarnya dan mencapai tujuan-tujuan busuk yang mereka inginkan.
Usman bin Affan menjabat sebagai khalifah selama dua belas tahun. Tidak ada sesuatu yang dapat dijadikan celah untuk mendendam-nya. Beliau bahkan lebih dicintai oleh orang-orang Quraisy umumnya ketimbang Umar bin Khattab, karena Umar bin Khattab bersikap keras terhadap mereka, sedangkan Utsman bin Affan bersikap lemah lembut dan selalu menjalin hubungan dengan mereka.
Akan tetapi, masyarakat mulai berubah sikap terhadapnya, tatkala ia mengutamakan kerabatnya dalam pemerintahan, sebagaimana telah kami sebutkan. Kebijakan ini dilakukan Utsman bin Affan pada pertimbangan silaturrahim yang merupakan salah satu perintah Allah. Akan tetapi, kebijakan ini pada akhirnya menjadi sebab pembunuhannya.
Ibnu Asakir meriwayatkan dari az-Zuhri, ia berkata, "Aku pernah berkata kepada Sa'id bin Musayyab, Ceritakanlah kepadaku tentang pembunuhan Usman! Bagaimana hal ini sampai terjadi". Ibnul Musayyab berkata, "Utsman dibunuh secara aniaya. Pembunuhnya adalah kejam dan pengkhianatnya adalah orang yang membutuhkan ampunan. Ibnul Musayyab kemudian menceritakan kepada az-Zuhri tentang sebab pembunuhannya dan bagaimana hal itu dilakukan. Kami sebutkan di sini secara singkat.
Para penduduk Mesir datang mengadukan Ibnu Abi Sarh. Setelah pengaduan ini, Usman bin Affan menulis surat kepadanya yang berisikan nasehat dan peringatan terhadapnya. Akan tetapi, Abu Sarh tidak mau menerima peringatan Usman bin Affan, bahkan mengambil tindakan keras terhadap orang yang mengadukannya.
Selanjutnya, para tokoh sahabat, seperti Ali bin Abu Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, dan Aisyah mengusulkan agar Utsman bin Affan memecat Ibnu Abi Sarh dan menggantinya dengan orang lain. Utsman bin Affan lalu berkata kepada mereka, "Pilihlah orang yang dapat menggantikannya." Mereka mengusulkan Muhammad bin Abu Bakar. Utsman bin Affan kemudian menginstruksikan hal tersebut dan mengangkatnya secara resmi. Surat keputusan ini kemudian dibawa oleh sejumlah sahabat ke Mesir. Baru tiga hari perjalanan dari Madinah, tiba-tiba mereka bertemu dengan seorang pemuda hitam berkendaraan unta yang berjalan mundur maju.

Para sahabat Rasulullah itu kemudian menghentikannya seraya berkata, "Mengapa kamu ini! Kamu terlihat seperti orang yang lari atau menemukan sesuatu!" Ia menjawab, "Saya adalah pembantu Amirul Mukminin yang diutus untuk menemui Gubernur Mesir." Ketika ditanya, "Utusan siapa kamu ini!" Dengan gagap dan ragu-ragu, ia kadang-kadang menjawab, "Saya pembantu Amirul Mukminin," dan kadang-kadang pula ia menjawab, "Saya pembantu Marwan." Mereka kemudian mengeluarkan sebuah surat dari barang bawaannya.
Di hadapan dan disaksikan oleh para sahabat dari Anshar dan Muhajirin tersebut, Muhammad bin Abu Bakar membuka surat tersebut yang ternyata berisi, "Jika Muhammad beserta si fulan dan si fulan datang kepadamu, bunuhlah mereka dan batalkan-lah suratnya. Dan tetaplah engkau melakukan tugasmu sampai engkau menerima keputusanku. Aku menahan orang yang akan datang kepadaku mengadukan dirimu. "

Akhirnya, para sahabat itu kembali ke Madinah dengan membawa surat tersebut. Mereka kemudian mengumpulkan para tokoh sahabat dan memberitahukan ihwal surat dan kisah utusan tersebut.
Peristiwa ini membuat seluruh penduduk Madinah gempar dan benci terhadap Usman bin Affan. Setelah melihat hal ini,  Ali bin Abu Thalib  segera memanggil beberapa tokoh sahabat, antara lain  Thalhah bin Ubaidillah ,  Zubair bin Awwam ,  Sa'ad bin Abu Waqqash , dan Ammar. Bersama mereka, Ali bin Abu Thalib dengan membawa surat, pembantu, dan unta tersebut, masuk menemui Utsman bin Affan. Ali bin Abu Thalib bertanya kepada Usman bin Affan, "Apakah pemuda ini pembantumu?"  Utsman bin Affan menjawab "Ya." Ali bin Abu Thalib bertanya lagi, "Apakah unta ini untamu?" Utsman bin Affan menjawab "Ya." Ali bin Abu Thalib bertanya lagi, "Apakah kamu pernah menulis surat ini?" Utsman bin Affan menjawab, "Tidak." Utsman bin Affan kemudian bersumpah dengan nama Allah, "Aku tidak pernah menulis surat tersebut, tidak pernah memerintahkan penulisan surat, dan tidak mengetahui ihwal surat tersebut." Ali bin Abu Thalib bertanya lagi, "Apakah stempel ini, stempel-mu?" Utsman bin Affan menjawab, "Ya." Ali bin Abu Thalib bertanya lagi "Bagaimana pembantumu ini bisa keluar dengan menunggang untamu dan membawa surat yang distempel, dengan stempel-mu, sedangkan engkau tidak mengetahuinya?" Utsman bin Affan kemudian bersumpah dengan nama Allah, "Aku tidak pernah menulis surat ini, tidak pernah memerintahkannya, dan tidak pernah pula mengutus pembantu ini ke Mesir."
Mereka kemudian memeriksa tulisan surat tersebut dan mengetahui bahwa surat itu ditulis oleh Marwan. Mereka lalu meminta kepada Utsman bin Affan agar menyerahkan Marwan kepada mereka, tetapi Usman bin Affan tidak bersedia melakukannya, padahal Marwan saat itu berada di dalam rumahnya. Akhirnya, orang-orang keluar dari rumah Utsman bin Affan dengan perasaan marah. Mereka mengetahui bahwa Utsman bin Affan tidak berdusta dalam bersumpah, tetapi mereka marah karena dia tidak bersedia menyerahkan Marwan kepada mereka.
Setelah itu, tersiarlah berita tersebut di seluruh kota Madinah, sehingga sebagian masyarakat mengepung rumah Utsman bin Affan dan tidak memberikan air kepadanya. Setelah Utsman bin Affan dan keluarganya merasakan kepayahan akibat terputusnya air, ia menemui mereka seraya berkata, "Apakah seseorang yang sudi memberi tahu Ali bin Abu Thalib agar memberi air kepada kami?" Setelah mendengar berita ini, Ali bin Abu Thalib segera mengirim tiga qirbah air. Kiriman air ini pun sampai kepada Utsman bin Affan melalui cara yang sulit sekali.
Pada saat itu, Ali bin Abu Thalib mendengar desas-desus tentang adanya orang yang ingin membunuh Utsman bin Affan, lalu ia berkata "Yang kita inginkan darinya adalah Marwan, bukan pembunuhan Utsman bin Affan." Ali bin Abu Thalib kemudian berkata kepada kedua anaknya, Hasan dan Husain, "Pergilah dengan membawa pedang kalian untuk menjaga pintu rumah Usman. Jangan biarkan seorang pun masuk kepadanya." Hal ini juga dilakukan oleh sejumlah sahabat Rasulullah saw demi menjaga Utsman bin Affan. Ketika para pengacau menyerbu pintu rumah Utsman bin Affan ingin masuk dan membunuhnya, mereka dihentikan oleh Hasan dan Husain serta sebagian sahabat.

Khalifah Utsman kemudian dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari bulan Ramadhan hingga Dzulhijah. Beliau diberi 2 ulimatum oleh pemberontak, yaitu mengundurkan diri atau dibunuh. Meski Utsman mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah umat Islam.
Sejak itu, pengepungan rumah Utsman bin Affan lebih ketat dan secara sembunyi-sembunyi berhasil masuk dari atap rumah. Mereka berhasil menebaskan pedang sehingga Khalifah Utsman bin Affan terbunuh. Ketika mendengar berita ini, Ali bin Abu Thalib datang dengan wajah marah, seraya berkata kepada dua orang anaknya, "Bagaimana Amirul Mukminin bisa dibunuh, sedangkan kalian berdiri menjaga pintu?" Ali bin Abu Thalib kemudian menampar Hasan dan memukul dada Husain, serta mengecam Muhammad bin Thalhah dan Abdullah bin Zubair. Demikianlah, pembunuhan Utsman bin Affan merupakan pintu dari mata rantai fitnah yang terus membentang tanpa akhir.
Utsman akhirnya wafat sebagai syahid pada bulan Dzulhijah 35 H ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat sedang membaca Al-Quran. Persis seperti apa yang disampaikan Rasullullah Saw perihal kematian Utsman yang syahid nantinya. peristiwa pembunuhan usman berawal dari pengepungan rumah Usman oleh para pemberontak selama 40 hari. Usman wafat pada hari Jum'at 18 Dzulhijjah 35 H. Ia dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah.

Buka juga :

Post a Comment for "Utsman bin Affan "Dzunnurain" ra."